Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Dari Majalangu ke Berbagai Penjuru

MI/Liliek Dharmawan/ip
RUMPUT berbunga warna cokelat menjuntai ke bawah itu tumbuh subur di lereng perbukitan di Desa Majalangu, Kecamatan Watukumpul, Kabupaten Pemalang.

Sekilas tanaman gelagah itu sepertinya liar, terlebih jika disandingkan dengan bunga mawar atau melati.

Namun, bagi warga setempat bunga rumput gelagah tersebut sangat diburu. Sebab, memberikan berkah sejak nenek moyang mereka secara turun temurun sampai sekarang.

Ya, bunga itulah yang menjadi bahan baku utama pembuatan sapu yang biasa disebut warga setempat sapu gelagah.
Soekamso, warga Desa Watukumpul mengatakan, di daerahnya itu sejak dulu dikenal sebagai sentra industri sapu gelagah. Produksinya sudah terbang hingga ke mancanegara melalui eksportir di Jakarta dan Cirebon.

Proses pembuatan sapu itu sederhana. Awalnya, bunga gelagah dijemur.  Lalu, bunga gelagah dirangkai menjadi mahkota sapu. ”Memang masih tradisional,” terang Ma’mun Riyad, perajin sapu gelagah.
Sapu tersebut ada yang diberi nama lingga dijual dengan harganya Rp 8.000/buah, sapu SMS Rp 7.500/ buah, sapu kawat (SKR) Rp 7.500/ buah, dan sapu asoi Rp 3.500/ buah.

 ”Usaha itu mengalami booming pada 1980-an. Pemasarannya menjangkau kota-kota besar di Jawa seperti Cirebon, Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang, Purwokerto, Surabaya dan Karawang. Selain itu, di eskpor ke Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam,” kata Ma’mun. 

Lesu

Namun, kata dia,  beberapa tahun lalu usaha tersebut lesu. Hal itu disebabkan makin banyaknya pembuat sapu gelagah di daerah lain, kurang baiknya manajemen, serta minimnya lahan tanaman rumput gelagah karena diganti dengan nilam.

”Saat marak produksi minyak nilam dan harganya menjanjikan mencapai sebesar Rp 900.000/kg, banyak petani yang menebang rumput gelagah. Mereka mengganti dengan tanaman nilam. Akhir-akhir ini, harga minyak nilam anjlok menjadi Rp 100.000/kg. Akibatnya, masyarakat kembali menekuni pembuatan sapu gelagah,” ungkapnya. 
Dia mengatakan, industri sapu gelagah kini mulai bangkit dari keterpurukan.

Hal itu terlihat dari meningkatnya permintaan, persediaan bahan baku, danmunculnya mitra usaha baru.
Ma’mun pemilik UD Ru-yung Arjuna mengatakan, untuk mengembangkan usahanya sapu gelagah pihaknya bermitra dengan ekportir di Surabaya, Cirebon, Jakarta, Malaysia, Korea, dan Semarang.
”Kami pernah mengekspor sapu gelagah ke Vietnam, Jepang, dan Singapura. Setiap pengiriman jumlahnya mencapai satu hingga dua kontainer sapu per bulan. Dengan nilai sekitar Rp 100 juta,” terangnya.

Kabid Industri Disperindagkop Pemalang, Dadang Muriyono SE mengatakan, produksi sapu gelagah tak banyak yang dieskpor. Para perajin memasarkan untuk pasar lokal, seperti Cirebon dan Semarang.
Bupati Pemalang, H Junaedi SH MM sebagai warga Majalangu mengatakan, industri rumah tangga sapu gelagah sudah ada sejak dia kecil. Kini sudah ada kenaikan produksi, namun belum besar. 
”Mengenai permodalan bisa dibantu melalui koperasi serta kredit usaha rakyat (KUR),” jelasnya. (Elf, SM) 

Post a Comment for "Dari Majalangu ke Berbagai Penjuru"

loading...
loading...